Betapa Kita Tidak Bersyukur

Satu semester lagi telah berlalu. Kita sudah menerima juga hasil dari kerja keras kita. Apakah bagus atau tidak, itulah hasil segala usaha kita.
Tidak puas? Itu wajar, karena memang manusia tidak pernah puas. Kecewa? Itu biasa, saat kita merasa kita lebih baik dari apa yang telah kita peroleh.
Namun, pernahkah kalian berkata seperti ini, “Ya, IP gue cuma 3,8!” atau “Ya, cuma A-.”? Beberapa orang sering mengatakan hal tersebut, menganggap dirinya adalah orang paling sial sedunia. Padahal, bagi sebagian besar lainnya, mendapat nilai lulus saja sudah syukur, apalagi sampai mendekati nilai sempurna. Banyak yang mengeluh sampai marah-marah, bahkan tidak menyadari orang di sekitar kita sudah bosan mendengar keluhan kita.
Jadi, apa yang terjadi?
Terkadang kita kurang mensyukuri hasil yang telah kita peroleh. Mungkin, banyak yang akan menyanggah pernyataan ini, misalnya, “Loh, tapi kan nilai ini sama ini udah segini, masa’ dapatnya cuma segini?”. Ya, mungkin ada benarnya juga. Tapi, pikirkan lagi: benarkah yang kita dapat memang merupakan hasil dari perjuangan kita? Sudahkah kita berjuang sekuat tenaga untuk mendapatkan hasil yang terbaik?
Yang terpenting, apakah tujuan kita ingin mendapatkan nilai terbaik? Apakah hanya untuk kebanggaan semata, hanya kebanggaan saja?
Ada satu kalimat dalam film “Facing the Giants” yang sangat mengena: “Apapun yang kita lakukan, lakukanlah itu untuk kemuliaan Tuhan.”
Tak ada gunanya kita mendapat nilai bagus jika itu hanya akan membuat kita bertambah sombong atau merasa lebih baik dari teman-teman kita. Tak ada manfaatnya kita meraih IP tinggi jika kita pun tidak pernah membantu teman yang lain agar sama mendapat nilai sebaik yang telah kita peroleh.
Jadi, renungkan kembali. Syukuri apa yang telah kita peroleh. Sudahkah kita menyerahkan segala usaha pada penyertaan Tuhan? Sebab manusia hidup di dunia ini adalah agar kemuliaan Tuhan diagungkan di seluruh bumi, di manapun kita berada.