Rembulan Merah
kala ia tak sedang menyapa
dalam persembunyian dibalik kelamnya kabut dingin
semesta diam
belaian angin menyentuh pucuk daun ungu
menandakan masih ada mimpi disana
semoga saja
dikala mentari terbit nanti
ia tenggelam dalam ayunan galaksi putih
menari dalam riak simfoni pelangi
gemulai indah bersama sang bidadari
pada waktunya
ia kan terbang lagi melintasi cakrawala
memetik bintang dari langit sana
membawanya kesini
tuk merajut benang-benang nurani
dalam persembunyian dibalik kelamnya kabut dingin
semesta diam
belaian angin menyentuh pucuk daun ungu
menandakan masih ada mimpi disana
semoga saja
dikala mentari terbit nanti
ia tenggelam dalam ayunan galaksi putih
menari dalam riak simfoni pelangi
gemulai indah bersama sang bidadari
pada waktunya
ia kan terbang lagi melintasi cakrawala
memetik bintang dari langit sana
membawanya kesini
tuk merajut benang-benang nurani
DARI YANG TELAH LAMA TERPENDAM
Sayup-sayup suara itu terdengar
Ditemani sapuan mesra sang bayu dari timur
Sebuah rintihan menahan lara..
Semua pesakitan yang terulur
Lama nian ia terpendam
Dalam kolom persembunyian tak berdasar
Kukira, ia sendirian disana
Tapi..
Tidak! ia tak sendiri
Rupanya ia ditemani mimpi-mimpi padam nan usang
Ia mengulurkan tangannya..
Melambai-lambai dalam ketidakberdayaan
Mencoba merebut kesadaranku dari tatapan tak berisi,
Lalu berkata lirih..
..tolong kami..
Susah payah ia bangkit, mendekatiku
Tatapannya penuh harap namun layu
Kurus
Luka memarnya terpampang jelas di setiap jengkal tubuh itu
TOLONG KAMI – katanya lagi
Sejurus kemudian, dia tak kuat berdiri
Langkahnya tergopoh meraih tangan ini
Tak tega rasanya, kutuntun ia duduk – meringkuk lagi
Ditopang energi yang tersisa,
Ia mengangkat
kepalanya – menatapku tajam,
Perlahan mulutnya terbuka tuk kembali berkata:
..TOLONG KAMI..
HANTAMAN ZAMAN telah menyiksa kami!
KEEGOISAN mereka merenggut daya hidup kami!
Kami jatuh - terhempas – tercampakkan,
di bawah petir KEMUNAFIKAN jiwa..
Ingin kami raih mereka lagi
Mereka yang mengakukan diri bagian MASA DEPAN BANGSA
S’bagai GENERASI PENERUS NEGERI
namun…
Jurang ini terlalu jauh disebrangi
Kami hanya bisa diam – pasrah
Walau sebenarnya ingin kami menjerit:
JANGAN LUPAKAN KAMI!
Ingatkan kehadiran kami dalam alunan nafas dan detak jantung
mereka!
Bawa… Bawa kami pergi!
Kepada mereka – yang tertidur dalam keriuhan patriotik
negri…
Aku terdiam, terhenyak mendengarkannya
Suatu ungkapan tuk cairkan mata hati yang membeku
Ya.. Ini adalah sebuah tamparan keras – sangat keras...
Akan tetapi,
Dalam diam ini, kurasakan ada sesuatu mengganggu pikiranku
Tunggu! Aku teringat ternyata kami belum berkenalan
Saat ia melihat tatapanku, ia paham lalu berkata
Namaku NASIONALISME